Senin, 07 April 2008

SEJARAH SASTRA BETAWI

Oleh Yahya Andi Saputra
Setiap suku bangsa di mana pun berada, tentu mempunyai kesusastraannya sendiri. Kadang kala, kesusastraan itu menggambarkan keadaan alam dan lingkungan kehidupan seseorang. Tetapi, tidak jarang pula mengungkapkan nilai-nilai kebudayaan dan pandangan hidup masyarakatnya. Demikian pula dengan kesusastraan Betawi.Seperti juga suku-suku bangsa di Nusantara, masyarakat Betawi pun, sudah sejak lama mengenal kesusastraannya. Disadari atau tidak, masyarakat Betawi akan menempatkan kesusastraannya di dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang didendangkan dan dikisahkan, ada pula yang dibacakan. Yang didendangkan dan dikisahkan, biasanya diambil dari kekaya-an khazanah sastra lisan. Sedangkan yang dibacakan, diambil dari sastra tulis. Nyanyian do-lanan yang sering dilantunkan anak-anak di surau atau tempat permainan, sebenarnya terma-suk juga khazanah kesusastraan Betawi.Demikianlah, kesusastraan itu hidup, karena ada masyarakat yang mendukungnya. Misalnya, ada pengarang yang menulis karya sastra. Ada pula tukang cerita yang menden-dangkan atau menceritakan hikayat-hikayat. Merekalah pencipta atau penghasil karya sastra. Mereka pula yang menyebarluaskannya. Selanjutnya, karya yang telah dihasilkan sastrawan itu, dibaca orang. Jadi, ada pula yang membacanya. Tanpa pembaca, karya itu tidak akan ada artinya apa-apa. Maka, kesusastraan itu akan hidup kalau ada pengarang dan pembaca, kalau ada tukang cerita dan yang mendengarkan cerita itu.Kalau kita membicarakan kesusastraan Betawi, kita akan membicarakan juga penga-rang dan pembaca kesusastraan itu; tukang cerita dan pendengarnya. Kemudian, tentu juga karya-karyanya atau isi ceritanya. Dengan begitu, kita akan mengetahui apa yang dimaksud dengan kesusastraan Betawi. Siapa pengarangnya, dan siapa pula pembacanya; siapa tukang ceritanya, dan siapa pula pendengarnya. Pengertian Sastra BetawiSastra Betawi menggunakan bahasa Betawi. Inilah ciri paling khas yang membedakan kesusastraan Betawi dengan kesusastraan suku bangsa lain. Kesusastraan Betawi dikarang oleh orang Betawi. Bisa juga mereka yang menguasai bahasa Betawi membuat karangan dalam bahasa Betawi. Lalu, siapakah yang membaca atau menikmati kesusastraan Betawi? Tentu saja yang terutama adalah orang-orang Betawi sendiri. Jadi bahasa Betawi digunakan, agar karangan itu dapat dipahami masyarakat pembacanya.Kita dapat menyimpulkan bahwa kesusastraan Betawi ditulis dalam bahasa Betawi. Pengarangnya mungkin orang Betawi, mungkin juga Betawi keturunan. Tidak apa-apa. Memang, banyak juga penduduk Betawi keturunan yang menjadi pengarang. Jadi, asal-usul pengarang tidak dipersoalkan. Yang jelas, karangan itu itu ditulis atau disampaikan dalam bahasa Betawi.Kesusastraan Betawi ditulis oleh orang Betawi. Disampaikan dalam bahasa Betawi. Dibaca atau didengar oleh orang Betawi. Maka isi ceritanya tentu berkaitan dengan kehidupan mereka. Di dalamnya, tentu menyangkut adat-istiadat, agama, tingkah laku, dan keadaan alam Betawi. Inilah yang dimaksud bahwa kesusastraan mencerminkan keadaan masyarakatnya.Sejarah Sastra BetawiTidak ada kesusastraan di dunia ini yang tidak mempunyai sejarah. Pasti, selalu ada asal-usulnya, awal kelahirannya, dan perkembangannya. Kesusastraan Betawi juga tidak terlepas dari sejarahnya. Kira-kira kapan masyarakat Betawi memperkenalkan kesusastraannya. Apa karyanya dan siapa saja pengarangnya. Bagaimana pula perjalanannya hingga sekarang. Guna memudahkan pembabakannya, baiklah kita bagi kesusastraan Betawi kedalam dua periode, yaitu kesusastraan Betawi sebelum merdeka dan kesusastraan Betawi sesudah merdeka.Tidak begitu jelas, kapan persisnya orang Betawi memperkenalkan kesusastraannya. Kesulitan menentukan angka tahun itu, lantaran pada awalnya kesusastraan yang hidup di tengah masyarakat adalah kesusastraan lisan. Seperti lazimnya kesusastraan lisan, ia disampaikan secara lisan. Berkembang dari mulut ke mulut. Masyarakat Betawi, misalnya, sudah sejak lama mengenal hikayat, legenda, pantun atau syair. Kapan persisnya? Tidak ada yang dapat menjawabnya. Penyebabnya adalah karena waktu itu tulisan belum dikenal atau orang sudah terbiasa menyampaikan berbagai hal secara lisan.Pantun atau syair-syair lagu yang dinyanyikan tokoh-tokoh dalam teater rakyat Betawi sangat kuat nilai sastranya. Bagi saya pantun dan syair ini merupakan salah satu khasanah kekayaan sastra Betawi. Kita lihat saja syair (Arang-arangan Jantuk dan Ngelodak) di bawah ini yang dilantunkan tokoh Jantuk dalam Topeng Betawi. Kita tahu bahwa tokoh Jantuk selalu diperankan oleh panjak paling senior yang telah menguasai betul seluruh patut Topeng Betawi. Panjak pemula rasanya tidak mampu memerankan Jantuk. Sampe kapan saya bilang ada bunga-bunga disenurSaya bilang ada bunga-bunga disenurAda tetapang saya bilang ada saya embuninSampe kapan saya bilang si nona-nona tidurSampe kapan ada si nona tidurSupaya gampang, supaya gampang saya bangunin Kembang melati bapa ada jatoh di tanahKembang melati jatoh di tanahJantung hati di nama-manaKayu jati saya bilang dibikin dupaKayu jati dibikin dupaSampe mati tida-tida dilupaDi lain bagian, Jantung kembali bersenandung. Kali ini senandungnya lebih melankolis, lantaran Jantuk merasa kesepian karena bercerai dengan istrinya.Kebina-bina temenTemen-temen pada kebinaOrang nanya kaga disautinBaju tiga celana tigaYang satu jatuh di tanahBini kaga ema kaga anak dimana-manaAda dimana-manaDedeuh …Nanem sere di pegununganAmbil dulang jatuh ke tanahWaktu sore kebingunganSaya pulang pulang ke manaWaktu sore kebingunganSaya pulang pulang ke manaDedeuh …Jantuk saya pulang pulang kemanaGambang KromongSyair lagu gambang kromong tak kalah dahsyatnya. Ada tiga jenis lagu gambang kromong: pobin, dalem, dan sayur. Lagu pobin dibawakan secara instrumentalia, namun judulnya dalam bahasa Tionghoa dialek Hokkian. Pobin yang kini masih bisa dimainkan orang di antaranya: pobin Khong Ji Liok, Peh Pan Thau, Cu Te Pan, Cai Cu Siu, Cai Cu Teng, dan Seng Kiok. Jenis lagu ini memang berasal dari negeri Cina dan merupakan lagu tertua dalam repertoire lagu gambang kromong. Tapi ada juga lagu pobin Tukang Sado yang judulnya dalam bahasa Melayu. Lagu ini jelas lebih muda usianya dari pobin-pobin lainnya.Jenis lagu gambang kromong tertua yang dinyanyikan oleh wayang cokek disebut lagu dalem. Lagu dalem berirama tenang, lembut, dan jernih, karena itu tidak bisa dipakai untuk ngibing (menari) bersama wayang cokek, biasanya dinyanyikan oleh wayang cokek untuk menghibur para tamu yang sedang menikmati santapan. Lagu dalem memperlihatkan kombinasi yang serasi antara unsur Tionghoa dan Melayu. Seperti umumnya lagu tradisional, lagu dalem dibawakan dalam bentuk pantun-pantun dalam bahasa Melayu Betawi. Lagu ini sudah ada sejak abad ke-19. Judulnya sebagian besar dalam bahasa Melayu, misalnya Gula Ganting, Semar Gunem, Peca Piring, Mas Nona, Cente Manis Berdiri, Mawar Tumpa, Tanjung Burung, dan Gunung Payung. Namun ada pula judul lagu dalem berbahasa Tionghoa dialek Hokkian selatan, meski pantunnya dalam bahasa Melayu, misalnya Poa Si Li Tan (Li Tan Setengah Mati), atau dalam dialek Hakka (Kheh), misalnya Sip-pat Mo (Delapan Belas Usapan). Menurut keterangan Masnah yang masih mampu menyanyikannya, lirik lagu ini seluruhnya dalam dialek Hakka, yang harus dihafal mati, sebab Masnah sama sekali tidak mengerti bahasa Tionghoa, sebagaimana kebanyakan orang Tionghoa peranakan lainnya. Berikut sebagian lirik lagu Mawar Tumpa yang dibawakan Masnah.Satu nangis dua ketawaKue mangkok mateng di piringMulut manis di depan sayaAtinya bengkok upama pancingKembang melati jato di tanaJantung ati pergi di manaSayang, pergi di manaMawar tumpa awur-awuranAih, tana tinggi saya paculinSi nona pergi saya susulinE, mawar tumpa awur-awuranDari segi syair, dengan contoh di atas, dapatlah dikatakan lagu-lagu dalem itu mengandung seni puisi yang tinggi ditilik dari kesastraan Betawi, misalnya frasa mawar tumpa awur-awuran. Mawar Tumpa sebagai judul lagu mengandung metafora yang cukup dalam interpretasinya. Mawar tumpah biasanya dari tanggok. Ini berkaitan dengan upacara ziarah kubur dimana biasanya orang membawa bunga mawar dalam tanggok. Tumpahnya mawar membuat upacara ziarah kubur terganggu. Ironis, jika kemudian di dalam batang tubuh syair kita tidak jumpai sama sekali kisah yang berkaitan dengan ziarah kubur secara lahiriah.Namun begitu ungkapan Mulut manis di depan saya/Atinya bengkok upama pancing, melukiskan kekecewaan terhadap seseorang. Di dalam pantun berikut kita memperoleh penjelasan bahwa kekecewaan itu disebabkan oleh Jantung ati pergi di mana/Sayang pergi dimana/Mawar tumpa awur-awuran.Pada umumnya syair lagu sayur adalah pantun-pantun yang baku, misalnya:Ani-ani bukannya wajaBuat memotong padi di gunungSaya nyanyi memang sengajaBuat menghibur ati yang bingungHampir kebanyakan pantun lagu sayur itu sampirannya mengandung idiom-idiom pertanian. Ini menerangkan bahwa gambang kromong sangat dekat dengan rakyat kecil. Bahkan di dalam lagu dalem sekali pun, setiap tekuk¬ (bagian)-nya mengandung pantun yang juga dinyanyikan dalam lagu sayur. Sebagaimana diketahui lagu dalem itu biasanya terdiri dari dua tekuk.Jenis lagu yang ketiga lagu sayur. Lagu sayur berirama riang dan cocok untuk dipakai ngibing. Yang termasuk lagu sayur adalah Kramat Karem, Onde-onde, Glatik Nguknguk, Jali-jali, Stambul, Cente Manis, Kicir-kicir, Surilang, Lenggang Kangkung, Siri Kuning, dan lain-lain. Lagu ini kira-kira mulai berkembang pada perempat terakhir abad ke-19, saat orang Tionghoa peranakan di Batavia mulai mengambil selendang (soder) untuk ngibing dengan wayang cokek.Nyanyian Anak-AnakTidak kalah pentingnya syair dan pantun yang terdapat dalam lagu anak-anak. Lagu anak-anak Betawi sangat banyak. Lagunya mudah dinyanyikan. Pantunnya jenaka. Tentunya kita tahu dan dapat menyanyikan lagu Sang Bango. Lagu ini dinyanyikan secara bersahut-sahutan. Pantunnya mengajarkan anak-anak untuk belajar bertanggungjawab atas semua perbuatan yang dilakukannya. Lagu Sim sim kelima-lima kasim, Tam tambuku, Dèng ‘ndèngan lagu untuk permainan anak-anak. Sang BangÔ Sang bangÔ è sang è sang bangÔKenapè entè delak delok ajè Mêngkènyè anè delak delok ajè Sang ikan kagak nimbul-nimbulSang ikan è sang è sang ikanKenapè entè kagak nimbul-nimbulMêngkènyè anè kagak nimbulSang rumput keliwat têbêlSang rumput è sang è sang rumputKenapè keliwat têbêlMêngkènyè anè jadi têbêl‘Kang rumput kagak potong anè ‘Kang rumput è ‘kang è ‘kang rumputKenapè kagak motong rumputMêngkènyè anè kagak motong rumputSang perut sakit ajèSang perut è sang è sang perutKenapè sakit ajè Mêngkènyè anè sakit ajeMakan nasi mentè matêngSang nasi è sang è sang nasiKenapè mentè matêngMêngkènyè anè mentè matêngSang api cuman kêlak-kêlikSang api è sang è sang apiKenapè entè e cuman kêlak-kêlikMêngkènyè anè cuman kêlak-kêlikSang kayu keliwat basèSang kayu è sang è sang kayuKenapè entè keliwat basè Mêngkènyè anè keliwat basèSang ujan turun ajè Sang ujan è sang è sang ujanKenapè entè turun ajè Mêngkènyè anè turun ajèSang kodok manggilin anè Sang kodok è sang è sang kodokKenapè manggilin sang ujan Mêngkènyè anè manggilin sang ujanSang ulêr mau makan anè Sang ulêr è sang è sang ulêrKenapè mau makan sang kodokMêngkènyè anè mau makan kodokSang ¾kodok¾makanan¾ ane.Kelima-lima kasimSim sim kelima-lima kasim sim Simpak bakul rombèng bèng Bengkel kelapa-lapa ijÖ jÖ Jotan daon rambutan tan Tanduk palè si MukcingCingcang daging babÎ bÎBiuk rodanyè empat patPacul ujungnyè tajêm jêmJempol adè duwâ (Wak Ipit malu saya waw-waw)Tam tambukuTam tambuku Selèrèt daon delimèPatè lembing Patè pakuTarik belimbing Tangkêp satuPit ala ipitKuda lari kêjêpitSipit(InglÖ liÖ-liÖ , InglÖ liÖ-liÖ)Dèng ‘ndènganDèng ‘ndèngan Siri tampiBeduri-duriPok berèokMandi aèrAèr ujanUjan dêrêsPok berèok(Luk uluk ujan gêdë , anak kambing mau mandÏ)Jampe Betawi, yang dibaca oleh dukun ketika mengobati orang sakit, sebenarnya paling sarat dengan nilai sastra. Pembacaan jampe oleh para dukun bukan hanya memancarkan aura magis yang menyembuhkan orang sakit, tapi intonasi dan cara baca itu pun memiliki kekhasannya sendiri sehingga pada situasi itu tercipta panggung sastra. Boleh dikatakan jampe adalah salah sastu jenis sastra yang kemunculannya paling awal karena faktor kegunaannya bagi publik. Berikut salah satu contoh jampe Betawi untuk mengusir setan atau kuntilanak.Sang ratu kuntilanakAnak-anak mati beranakSundel malem mati di kolongSi borok tongtongKe kitu ke kidangKe tegal awut-awutanKe duku pata palunaNenek luwung gedeKaki cai gedeMahula deket-deketMahulang ke manusaDari Lisan Ke TulisanMeskipun demikian, berdasarkan kebiasaan orang Betawi mendengarkan pembacaan hikayat yang disampaikan tukang cerita atau sahibul hikayat, kita dapat memperkirakan sejak kapan masyarakat Betawi mengenal dan mengembangkan kesusastraannya. Hikayat yang terkenal dan sering disampaikan tukang cerita adalah Hikayat Sultan Taburat. Hikayat ini berbentuk cerita berbingkai. Disampaikan dalam bahasa Betawi, dan terdiri dari beberapa episode cerita. Karena terdiri dari beberapa episode cerita, maka banyak tokoh bermunculan. Banyak pula peristiwa datang silih berganti. Semuanya kemudian seolah-olah terpusat pada diri tokoh utamanya, Indra Buganda Syafandar Syah. Jadi, Hikayat Sultan Taburat sebenarnya berkisah tentang pengembaraan tokoh Indra Buganda Syafandar Syah itu.Diperkirakan, Hikayat Sultan Taburat sudah sangat dikenal masyarakat Betawi sekitar tahun 1880-an. Namun, ada juga yang mengatakannya, sebelum tahun 1880-an. Menurut penuturan orang-orang tua, tukang cerita yang sangat terkenal dan paling disukai dalam membawakan atau menyampaikan Hikayat Sultan Taburat adalah Haji Ja’far. Kepiawaian Haji Ja’far ini, selain cara penuturannya, juga lantaran kepandaiannya menyanyi. Memang, seorang tukang cerita dituntut hapal berbagai cerita. Ia juga harus mahir membawakannya secara enak. Tidak kalah pentingnya, tukang cerita juga harus pandai bernyanyi. Nah, Haji Ja’far ini terkenal karena ia hapal berbagai cerita, mahir membawakannya, dan pandai pula bernyanyi. Maka, penduduk pun mengenal Haji Ja’far sebagai tukang cerita yang andal.Selain Hikayat Sultan Taburat yang sering dibawakan tukang cerita, ada pula cerita lain yang cukup terkenal, yaitu Hikayat Amir Hamzah. Berdasarkan naskah yang menjadi koleksi Perpustakaan Nasional, Hikayat Amir Hamzah ditulis tahun 1821, tetapi tidak diketahui siapa penulisnya.Pada tahun 1870, keluarga Pecenongan mulai menulis Hikayat Sultan Taburat yang berasal dari kesusastraan lisan. Hal yang sama juga dilakukan pada cerita-cerita lain yang juga berasal dari kesusastraan lisan, seperti Hikayat Para Sahabat Nabi. Di antara penyalin atau penulis naskah itu, Haji Bakir termasuk salah seorang pujangga Betawi yang terkenal. Ia memperkenalkan Hikayat Sultan Taburat dalam bentuk naskah buku. Tulisannya menggu-nakan huruf Jawi, yaitu huruf Arab, berbahasa Betawi. Haji Bakir inilah yang memelopori kesusastraan Betawi dalam bentuk tertulis.Dari karya-karya Haji Bakir, kita dapat mengetahui bahwa masa produktifnya terjadi antara tahun 1880 sampai tahun 1910. Berdasarkan koleksi naskah yang terdapat di Perpustakaan Nasional, dapat diketahui adanya naskah Hikayat Sultan Taburat I sampai IV. Hikayat Sultan Taburat I, misalnya, terdiri dari lima jilid. Jilid pertama dan kedua ditulis 28 November 1885; jilid ketiga, 13 Desember 1885; jilid keempat dan kelima ditulis 15 Januari 1886. Hikayat Sultan Taburat II terdiri dari dua jili. Jilid pertama diselesaikan tanggal 30 Januari 1894 dan jilid kedua mulai ditulis 20 Oktober 1893. Hikayat Sultan Taburat IV ditulis tanggal 20 Mei 1899. Sayang sekali, Hikayat Sultan Taburat III naskahnya dalam keadaan yang sudah rusak, sehingga tidak dapat diketahui kapan naskah itu mulai ditulis.Bersamaan dengan itu, beberapa pengusaha Cina dan Indo-Eropa yang tinggal di Betawi mulai memanfaatkan usaha percetakan. Naskah-naskah yang tadinya ditulis tangan, sekarang dicetak. Ada yang menggunakan huruf Jawi, ada pula yang menggunakan huruf Latin. Dikenalnya alat percetakan ini, memudahkan orang mencetak buku. Bahkan kemudian berkembang dengan mencetak majalah dan surat kabar.Soerat Chabar Batawie terbit pertama kali tahun 1858. Dicetak oleh percetakan Lange. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Betawi (Melayu) dengan huruf Latin dan Jawi. Inilah suratkabar pertama Betawi. Di dalamnya, ada juga cerita-cerita atau karya sastra, se-perti pantun, syair atau sketsa, dimuat di sana. Surat-surat kabar lain yang juga menggunakan bahasa Melayu Betawi yang terbit di Betawi, antara lain, suratkabar Bianglala yang terbit tahun 1867 dan bertahan sampai tahun 1872. Dicetak di Betawi oleh percetakan Ogilvie & Co. Selanjutnya, suratkabar ini berganti nama menjadi Bintang Djohar (1873) dan dapat bertahan sampai tahun 1886. Dua tahun kemudian (1888), percetakan Yap Goan Ho, Betawi, menerbitkan suratkabar Sinar Terang yang berbahasa Melayu-Betawi. Suratkabar ini menghentikan penerbitannya tahun 1891. Pada tahun 1900, muncul pula suratkabar Bintang Betawi yang dicetak oleh percetakan Van Dorp & Co. Suratkabar ini bertahan sampai tahun 1906. Seperti suratkabar sebelumnya, di dalam suratkabar Bintang Betawi ada pula karya-karya sastra yang dikarang pujangga Betawi dimuat di sana.Pada tahun 1932, terbit pula suratkabar Berita Betawi yang kali ini dicetak oleh Perusahaan Betawi. Sayangnya, suratkabar ini hanya bertahan selama setahun. Tahun 1933, suratkabar ini menghentikan penerbitannya. Pada tahun 1938, sebuah majalah yang dikelola oleh Perhimpunan Kaum Betawi terbit pula dengan menggunakan huruf Latin dan Jawi. Bahasa yangdigunakannya adalah bahasa Melayu-Betawi.Surat-suratkabar dan majalah tadi, tentu saja turut membantu lahirnya para penulis atau sastrawan Betawi.Meskipun sudah banyak karya-karya sastra Betawi yang diterbitkan dalam bentuk tertulis, tidak berarti tradisi kesusastraan lisan, mati dengan sendirinya. Di surau-surau atau masjid, para murid pengajian, masih sering mendendangkan sastra lisan, seperti pantun dan syair. Tukang cerita atau sahibul hikayat yang membawakan kisah-kisah Hikayat Sultan Taburat atau hikayat lain, masih sering diundang dalam acara-acara tertentu. Salah seorang tukang cerita yang cukup terkenal adalah K.H. Ali Hamidy, seorang ulama Betawi asal Matraman.Sesudah Merdeka sastra Betawi masih tetap berkibar dengan tokoh-tokohnya yang diakui dalam sejarah sastra Indonesia. Sebut saja misalnya SM. Ardan, Firman Muntaco, Mahbub Djunaidi, M. Balfas, S. Saiful Rahim, Susi Aminah Azis, Zaidin Wahab, Tutty Alawiyah AS, dan lain-lain.Untuk zaman mutahir dapat kita sebut Zeffry Alkatiri, Ridwan Saidi, Nur Zaen Hae, Ihsan Abdul Salam, Aba Mardjani, Rizal, dan lain-lain.Akhir KalamMasih perlu penelitian lebih intensif dan mendalam tentang keberadaan sastra dan sastrawan Betawi. Kita belum mendapat gambaran yang jelas siapa sebenarnya Yamikul, sastrawan yang hidup pada masa Pangeran Jayakarta. Dibutuhkan tangan terampil dan semangat tinggi untuk benar-benar dapat mengupas sastra Betawi secara utuh menyeluruh.

Sumber: http://www.kampungbetawi.com/gerobog/pituah/pituah1.php

Tidak ada komentar: